UUD Peternakan di Indonesia


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1967
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.  bahwa hewan adalah makhluk kurnia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada umat manusia untuk
disyukuri dan untuk didayagunakan;
b.  bahwa Tanah Air Indonesia mempunyai potensi yang besar di bidang peternakan;
c.  bahwa potensi tersebut harus dimanfaatkan untuk kemakmuran, kesejahteraan, peningkatan taraf hidup
serta pemenuhan kebutuhan rakyat akan protein-hewani;
d.  bahwa peraturan dan perundangan di bidang kehewanan yang ada sudah tidak sesuai lagi sebagai
landasan hukum bagi penyelenggaraan usaha-usaha yang dimaksud;
e.  bahwa semuanya itu memerlukan dasar-dasar baru untuk mendidik dan membangun dalam bidang
peternakan dan kesehatan hewan;
f.  bahwa perlu disusun dan ditetapkan suatu Undang-undang yang meletakkan dasar-dasar baru untuk
membangun bidang peternakan dan kesehatan hewan serta memperhatikan bab XIII pasal 31 ayat (2)
Undang-undang Dasar 1945;
Mengingat:
1.  Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 33 Undang- undang Dasar 1945;
2.  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
3.  Ketetapan M.P.R.S. No. XXXIII/MPRS/1967;
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG-ROYONG.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Arti beberapa istilah
Yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini beserta peraturan pelaksanaannya dengan:
a.Hewan: ialah semua binatang, yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar;
b.Hewan-piara: ialah hewan, yang cara hidupnya untuk sebagian ditentukan oleh manusia untuk maksud
tertentu;
c.Rumpun: ialah segolongan hewan dari suatu jenis, yang mempunyai bentuk dan sifat keturunan yang
sama;
d.Ternak: ialah hewan-piara, yang kehidupannya yakni mengenai tempat, perkembanganbiakannya serta
manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan
jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia;
e.Peternak: ialah orang atau badan hukum dan atau buruh peternakan, yang mata-pencahariannya
sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan;
f.Peternakan: ialah pengusahaan ternak;
g.Peternakan murni: ialah cara peternakan, di mana perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan jalan
pemacekan antara hewan-hewan yang termasuk satu rumpun;
h.Persilangan: ialah cara peternakan, di mana perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan jalan
pemacekan antara hewan-hewan dari satu jenis tetapi berlainan rumpun;
i.Perusahaan peternakan: ialah usaha peternakan, yang dilakukan di tempat yang tertentu serta
perkembangbiakan ternaknya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak-peternak;
j.Penyakit hewan menular: ialah penyakit hewan, yang membahayakan oleh karena secara cepat dapat
menjalar dari hewan pada hewan atau pada manusia dan disebabkan oleh virus, bakteri, cacing, protozoa
dan parasit;
k.Anthropozoonosis: ialah penyakit, yang dapat menular dari hewan pada manusia dan sebaliknya;
l.Kesehatan masyarakat veteriner: ialah segala urusan, yang berhubungan dengan hewan dan bahan-
bahan yang berasal dari hewan, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan
manusia;
m.Ahli: ialah dokter-dokter hewan dan/atau sarjana-sarjana peternakan, di samping itu orang-orang lain,
yang berdasarkan pendidikan dan ilmu pengetahuannya ditetapkan oleh Menteri sebagai ahli;
n.Kesejahteraan hewan: ialah usaha manusia memelihara hewan, yang meliputi pemeliharaan lestari
hidupnya hewan dengan pemeliharaan dan perlindungan yang wajar.
                                                                          Pasal 2
Tujuan umum
Di bidang peternakan dan pemeliharaan kesehatan hewan diadakan perombakan dan pembangunan-
pembangunan dengan tujuan utama penambahan produksi untuk meningkatkan taraf hidup peternak Indonesia
dan untuk dapat memenuhi keperluan bahan makanan yang berasal dari ternak bagi seluruh rakyat Indonesia
secara adil merata dan cukup.
                                                           Pasal 3
Bidang usaha dan alat-alat pelengkap
(1)Untuk mencapai tujuan termaksud dalam pasal 2, maka Pemerintah mengadakan perombakan dan
pembangunan di bidang usaha:
a.peningkatan hasil perkembangbiakan ternak;
b.perbaikan mutu ternak;
c.perbaikan situasi makanan ternak;
d.perbaikan pengolahan bahan-bahan yang berasal dari ternak baik untuk keperluan konsumsi
maupun industri dan keperluan lain-lainnya;
e.pewilayahan ternak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dan usaha penyaluran ternak dan
bahan-bahan berasal dari ternak;
f.pemeliharaan kesehatan hewan.
(2)Uraian:
a.Usaha tersebut dilaksanakan baik oleh Pemerintah, maupun swasta ataupun Pemerintah dengan
swasta;
b.  Usaha pembentukan alat-alat kelengkapan dan bahan- bahan pelaksanaan, yang sesuai dengan
luasnya tugas. dan usaha yang harus diselenggarakan;
c.  Usaha mendirikan lembaga-lembaga pendidikan tingkat tinggi dan pendidikan elementer di
sekolah-sekolah serta mengadakan kursus-kursus kadar peternakan dan kesehatan hewan yang
sesuai dengan kebutuhan rakyat dan Negara.
     Dalam menyelenggarakan usaha-usaha tersebut pada ayat (1) dan (2) pasal ini Pemerintah mendorong
dan mengutamakan terlaksananya swadaya rakyat yang bersangkutan.
                                                                  Pasal 4
Penyediaan tanah, air dan makanan ternak
(1)   Untuk menjamin persediaan makanan ternak dalam jumlah yang cukup dan mutu yang baik, maka:
a.  bagi peternakan-peternakan dan perusahaan-perusahaan peternakan harus tersedia tanah dan air
untuk menyelenggarakan padang rumput atau penanaman tanaman-tanaman yang menghasilkan
hijau-hijauan makanan ternak;
b.  diadakan kebun-kebun pembenihan bibit untuk tanaman hijau-hijauan dan makanan ternak;
c.  mengusahakan bahan makanan ternak, termasuk makanan penguat.
(2)  Pemakaian tanah dan air untuk keperluan usaha peternakan disesuaikan dengan rencana penggunaan
tanah, yang ditetapkan oleh Pemerintah.
                                                                        Pasal 5
Pencegahan unsur pemerasan
Pemerintah berusaha mencegah perbuatan-perbuatan di bidang peternakan, yang mengandung unsur
pemerasan seseorang terhadap orang lain.

                                                       Pasal 6
Tanah penggembalaan umum Tanah-tanah penggembalaan umum hanya diperuntukkan bagi usaha peternakan, yang mempunyai beberapa
ekor ternak saja.
                              Pasal 7
Ahli-ahli Pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan tanggung jawab para ahli.
                                                                     BAB II
                                                                PETERNAKAN
                             Pasal 8
Tujuan peternakan
Peternakan diselenggarakan dengan tujuan untuk:
a.  mencukupi kebutuhan rakyat akan protein-hewani dan lain- lain bahan, yang berasal dari ternak yang
bermutu tinggi;
b.  mewujudkan terbentuknya dan perkembangannya industri dan perdagangan bahan-bahan, yang berasal
dari ternak;
c.  mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani-peternak;
d.  mencukupi kebutuhan akan tenaga pembantu bagi usaha pertanian dan pengangkutan;
e.  mempertinggi daya-guna tanah.
                            Pasal 9
Bentuk usaha peternakan
(1)  Peternakan diselenggarakan dalam bentuk:
a.  peternakan rakyat;
b.  perusahaan peternakan.
(2)  Peternakan rakyat ialah peternakan, yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani di samping usaha
pertaniannya.
(3)  Perusahaan peternakan ialah peternakan, yang diselenggarakan dalam bentuk suatu perusahaan secara
komersiil.
(4)  Usaha-usaha peternakan diadakan dengan tidak mengganggu ketenteraman masyarakat umum, yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 10  Peternakan rakyat
Pasal 10  Peternakan rakyat                                                                                                                                                                (1)   Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin menyelenggarakan peternakan.
(2)   Pemerintah berusaha mempertumbuhkan dan memperkembangkan badan-badan hukum yang diperlukan
seperti koperasi-koperasi dan lain-lain sebagainya.
(3)   Bagi kegiatan-kegiatan badan hukum tersebut boleh Pemerintah dapat disediakan fasilitas-fasilitas antara
lain di bidang perkreditan.
(4)   Kepada badan hukum seperti koperasi-koperasi dapat diberikan wewenang untuk mengeluarkan surat-
surat silsilah ternak dan hewan-hewan lainnya menurut ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah.
                               Pasal 11
Perusahaan peternakan
Perusahaan peternakan hanya dapat diselenggarakan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara Republik Indonesia dengan tidak mengurangi
kemungkinan kerja-sama dengan modal asing di bidang perusahaan peternakan, yang akan diatur dalam
peraturan/perundangan tersendiri.
                               Pasal 12
Penertiban dan keseimbangan tanah untuk ternak
(1)   Dengan Peraturan Pemerintah ditertibkan jumlah dan jenis ternak, yang boleh diternakkan di suatu bidang
tanah tertentu untuk disesuaikan dengan keadaan dan keseimbangan tanah dengan jenis ternak yang
bersangkutan.
                               Pasal 13
Tata-cara perkembangbiakan
(1)   Untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu suatu rumpun ternak, maka:
a.   di daerah-daerah, di mana suatu rumpun ternak telah mencapai mutu yang tinggi di dalam suatu
produksi harus dijalankan peternakan murni;
b.   di daerah-daerah lain, jika dipandang perlu, diadakan perkembangbiakan/persilangan untuk
mencapai jurusan produksi tertentu;
c.   bibit ternak jantan, yang kurang baik atau tidak sesuai dengan jurusan produksi di suatu daerah,
harus dicegah penggunaannya sebagai ternak pemacek dengan jalan kastrasi atau dipotong;
d.  disediakan bibit unggul dan didirikan balai-balai pembuahan- tiruan di daerah peternakan;
e.  diusahakan, supaya ada imbangan yang wajar antara jumlah ternak jantan dan ternak betina.
(2)  Hal-hal yang termaksud pada ayat (1) pasal ini diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
                              Pasal 14
Pewilayahan ternak
(1)  Untuk penyebaran ternak secara merata di seluruh wilayah Indonesia, perlu dilakukan pemindahan ternak

secara besar-besaran dan berencana.
(2)  Pemindahan ternak termaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
                  Pasal 15
Industri peternakan
(1)   Pemerintah mengatur, membina, membantu dan mengawasi pertumbuhan dan perkembangan industri
pengolahan bahan-bahan yang berasal dari ternak.
(2)   Hal-hal yang tersebut pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
(3)   Dalam pengolahan bahan-bahan makanan berasal dari ternak harus diindahkan unsur-unsur kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat.
                                       Pasal 16
Perdagangan ternak dan bahan-bahan yang berasal dari ternak
(1)   Di bidang perdagangan ternak dan bahan-bahan yang berasal dari ternak Pemerintah berusaha
mengurangi jumlah perantaraan antara produsen dan konsumen, demi kepentingan produsen dan
konsumen. Hal ini diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2)   Impor ternak dan hewan lainnya terutama ditujukan untuk memperbaiki mutu ternak dan hewan di
Indonesia.
(3)   Oleh Pemerintah ditetapkan jumlah-jumlah ternak, yang boleh diekspor ke luar negeri. Kecuali dengan izin
Pemerintah atau pejabat yang ditunjuk, maka hanya ternak kastrasi yang boleh diekspor ke luar negeri.
(4)   Untuk mencukupi kebutuhan daerah-daerah akan ternak sembelihan oleh Menteri diadakan ketentuan-
ketentuan tentang pengiriman ternak dari daerah yang kelebihan ternak, ke daerah yang memerlukannya.
(5)   Pemerintah berusaha memberikan fasilitas pengangkutan ternak dan bahan dari ternak dalam jumlah
yang mencukupi.
                                       Pasal 17
Bagi hasil ternak dan persewaan ternak
(1)  Peternakan atas dasar bagi-hasil ialah penyerahan ternak sebagai amanat, yang dititipkan oleh pemilik
ternak kepada orang lain, untuk dipelihara baik-baik, diternakkan, dengan perjanjian bahwa dalam waktu
tertentu titipan tersebut dibayar kembali berupa ternak keturunannya atau dalam bentuk lain yang disetujui
oleh kedua pihak.
(2)  Waktu tertentu termaksud pada ayat (1) tidak boleh kurang dari 5 (lima) tahun, dalam hal yang
dipeternakkan atas dasar bagi-hasil itu ialah ternak besar. Bagi ternak kecil jangka waktu itu dapat
diperpendek.
(3)  Jika pengembalian ternak dilakukan dalam bentuk ternak, maka jumlah ternak, yang harus diberikan
kepada pemilik adalah jumlah pokok semula ditambah sepertiga jumlah keturunan ternak semula itu.(4)
Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai soal yang diatur pada ayat (2) sampai dengan ayat (3) pasal
ini ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(4)  Pemerintah Daerah tingkat II dengan memperhatikan pasal 5 dan pasal 22 Undang-undang ini dapat
mengadakan peraturan tentang soal sewa-menyewa ternak di daerahnya dengan mengindahkan
6  petunjuk-petunjuk Menteri.
                                      Pasal 18
Selain dari apa yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut diatas, maka untuk memajukan peternakan
dilakukan usaha-usaha yang berikut:
a.  Mengusahakan diadakannya penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan ilmiah baik oleh Pemerintah
maupun oleh swasta, yang hasil-hasilnya kemudian, disalurkan dan disebarluaskan kepada peternak-
peternak dan perusahaan peternakan yang bersangkutan.
b  Mengadakan penyuluhan dan pameran-pameran ternak dan hasil-hasil industri peternakan untuk
memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat pada umumnya dan para peternak pada
khususnya mengenai soal-soal, yang bersangkutan dengan usaha-usaha peternakan dan pengolahan
bahan-bahan yang berasal dari ternak, hingga dapat digerakkan swadaya rakyat di dalam
penyelenggaraan usaha-usaha itu, baik oleh Pemerintah maupun swasta.
c. Pemerintah mengadakan sensus ternak dan menyelenggarakan statistik tentang usaha-usaha peternakan
dan pengolahan bahan-bahan yang berasal dari ternak dan perdagangannya.
d.Dengan Peraturan Pemerintah yang bertujuan untuk mendorong, membantu, mempercepat dan menjamin
kelangsungan pembangunan di bidang peternakan diadakan usaha-usaha, yang dimungkinkan oleh
Undang-undang dalam kebutuhan materiil dan fasilitas-fasilitas lainnya.
                       BAB III
               KESEHATAN HEWAN
                                  Pasal 19 Umum
(1)  Urusan-urusan kesehatan hewan meliputi antara lain urusan penolakan, pencegahan, pemberantasan
dan pengobatan penyakit hewan, baik secara massal maupun secara individuil.
(2)  Urusan-urusan kesehatan masyarakat veteriner meliputi antara lain urusan-urusan kesehatan bahan
makanan yang berasal dari hewan, dan urusan penyakit-penyakit hewan yang termasuk
anthropozoonosa.
(3)  Urusan kesejahteraan hewan meliputi antara lain urusan pemeliharaan, perawatan, pengangkutan,
pemakaian, pemotongan dan pembunuhan hewan.
                                    Pasal 20
Penyakit hewan
(1)  Penolakan penyakit hewan meliputi kegiatan-kegiatan penolakan masuknya suatu penyakit hewan ke
dalam wilayah Republik Indonesia.
(2)  Pencegahan penyakit hewan meliputi:
a.karantina;
b.pengawasan lalu-lintas hewan;
c.pengawasan atas impor dan ekspor hewan;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar